Langsung ke konten utama

Kupinjam Namamu


Pada gelas pertama
Aku dengar namamu, aku sebut namaku
di selembar kertas dari laci meja
Kuukir namaku penuh makna
Sebab tujuan adalah berbagi minuman
Sebab tujuan untuk memasuki jiwa
Masuk ke matamu yang lebar
        terpancar kejora

Oh, Zaeniear!
Kuseru engkau begitu sulit
Patah lidahku, patah pula cinta kita
Namun, kita tiada pernah membuka hati
Kerna cinta bukan mainan
Terlebih kita sedang berduka
Pada cerita dan derita yang sama
beda usia

Ada malam menjingga
Itu artinya aku kenang jumpa kita
Bukan berarti aku memanah bulan
lalu kubelah dan kupotong untuk kuserahkan pada alam
Tapi lebih dari itu wajahmu terpampang
di atap kamarku

Oh, Zaeniear!
Kuseru engkau begitu sulit
Padamu sesungging senyum bahagia
Indah terpana melenakan mataku yang blingsatan
Teduh pelukmu mengabadikan jiwa yang kosong sepertiku
Entah bagaimana aku menafsir mimpi
Dalam janji mimpi-belasan-tahunku membuncah
Ini semacam restu Tuhan atau sebatas katakata
: retorika

Sebelum senja mengarat
Tiada pernah aku mengumbar katakata
Kerna katakata adalah cinta bagiku pada sang surya tenggelam
Pada batas petang bibirku kelu
Tatapku nanar menyaksikan bayangmu yang kabur
Pandangku buram, runyam, merindu bau ketiak ibunda

Oh, Zaeniear!
Pagi melenggang surya mengangkang
Kuseru engkau begitu sulit
Tiada janji dalam hati
Wajahmu mengendap kental di dasar jiwaku
Batin kita ingin menyatu
Hanya aku perindunya
Apa kabar engkau di sana?


Kapur 23:14
14 Agustus 2012
AIDC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Perpisahan yang Menyisakan Ampas Rindu Tanpa Ada Temu

Untuk wanita yang sebenarnya kukagumi, tapi malu untuk kuakui: Shofi Awanis Musim hujan turun di Magelang. Begitu jelas kau mengawali kenangan. Ya, kenangan. Kerna di awal kau tulis sebuah prosa atas namaku di laman harian daringmu, aku tak pernah mengira itu akan menjadi sebaris kenangan. Ternyata, gesek dawai pada biolamu menyadarkanku; betapa perpisahan tinggal menghitung hari. Sebelumnya, biarkan aku menjelaskan. Aku tak sepuitis yang kau kira. Aku tak serapi tulisan kupunya. Aku tak selayak kau kagumi―meski kau malas untuk mengakui. Malam ini, aku terenyak begitu melihat posting dua buah rekam gambar yang akan membantu membuatmu ingat hari ini di musim dingin New York nanti. Alunan nada dan suara sembermu yang sebenarnya cukup baik itu mengatakan padaku arti sebuah perpisahan yang berulang. Ya, berulang. Tapi kurasa tak perlu kutulis kembali dua perpisahan yang kualami sebelumnya di surat ini. Sementara kau sudah tahu betul bagaimana kesepianku menghadapi dua ai...

Seorang Cowok yang Dicap Baperan Karena Tulisannya. Apa yang Kamu Tulis, Menentukan Karaktermu

S esuai kesepakatan sebelumnya, pada minggu ini giliran saya untuk menulis dalam #HipweeJurnal. Itu berarti, saya harus mengenalkan diri saya pada siapapun juga yang merelakan waktunya yang berharga untuk membaca pengakuan saya ini. Maka, akan saya kisahkan bagaimana seorang lelaki yang begitu menggilai Seno Gumira, mendapatkan predikat baperan di kehidupannya dan perihal beda antara baper dan sensitif. Karena memang karakter ini jugalah yang telah disepakati untuk saya. Kendati saya agak berontak ketika para penulis Hipwee—termasuk Soni, tentunya—serempak menyebut karakter saya adalah seorang pujangga bermuka preman hingga (bercita-cita menjadi) playboy tapi baperan. Hah! Memang agak aneh ketika saya dicap sebagai orang yang baperan. Padahal puisi yang saya tulis nggak melulu soal perasaan Untuk kamu ingat, barangkali suatu hari kita bisa bertemu, saya satu-satunya punggawa Hipwee yang berambut panjang gondrong dengan karakter wajah yang cukup sangar. Sekiranya sepert...

Hai! II

Alina tersayang, Berabad lamanya aku berlayar Mencari dermaga bahasa kalbu Di kandungan Ibunda menyisakan teka-teki yang konon menjadi rahasia langit dan bumi Sampai entah kapan Tak segera kutemuinya Purnama lebih banyak kutonton di atas kano Aku nahkoda bagai kuda, liar dan beringas Aku tahan lapar dan dahaga Nafsu dan cinta kubui berbulan-bulan Jangkarku yang kekar berkarat di sampingku Biar mudah kulempar ketika kutemukan kau Alina tersayang, Tanpa radar tanpa sonar Masih sabar masih nanar Terkembang layar Tergantung angin menawar Akhirnya tersasar Pulau-pulau tersambangi aku Tak sedikit dari mereka mengenal cinta Harta dan tahta diperebutkan di ranahnya Ada pula wanita jadi mainan anak-cucunya Sulit sekali aku berangkat ke barat Alina tersayang, Kapalku menua Sebagai kayu ia batang muda Angin menghunus layar Lalu laju kano entah Samudra kenangan menjadi rapuh Mengapung duka-suka waktu lalu Segera Aku in...