Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Seorang Cowok yang Dicap Baperan Karena Tulisannya. Apa yang Kamu Tulis, Menentukan Karaktermu

S esuai kesepakatan sebelumnya, pada minggu ini giliran saya untuk menulis dalam #HipweeJurnal. Itu berarti, saya harus mengenalkan diri saya pada siapapun juga yang merelakan waktunya yang berharga untuk membaca pengakuan saya ini. Maka, akan saya kisahkan bagaimana seorang lelaki yang begitu menggilai Seno Gumira, mendapatkan predikat baperan di kehidupannya dan perihal beda antara baper dan sensitif. Karena memang karakter ini jugalah yang telah disepakati untuk saya. Kendati saya agak berontak ketika para penulis Hipwee—termasuk Soni, tentunya—serempak menyebut karakter saya adalah seorang pujangga bermuka preman hingga (bercita-cita menjadi) playboy tapi baperan. Hah! Memang agak aneh ketika saya dicap sebagai orang yang baperan. Padahal puisi yang saya tulis nggak melulu soal perasaan Untuk kamu ingat, barangkali suatu hari kita bisa bertemu, saya satu-satunya punggawa Hipwee yang berambut panjang gondrong dengan karakter wajah yang cukup sangar. Sekiranya sepert

Nunung, Wanita yang Sudah Jauh Lebih Dewasa

Setelah kepindahan kami ke UK, semua kisah menjadi lebih rumit. Tapi pendewasaan kita bermula dari indekos di UK. Mulai dari jarak dalam satu kota, hingga jarak antarkota. Tapi bukan berarti saya tak akan menghadiri hari bahagiamu. Masa kritis, masa di mana pendewasaan kita benar-benar diuji. Kalau dibilang, nano-nano ya, Nung? Asli, ini lu kayak ibu-ibu sosialita! Demi menjaga kestabilan negara, saya akan banyak memotong dongeng ini, dan maaf atas pihak yang kebetulan berperan dalam babak ini. Sebenarnya, terlalu sulit saya memotong dongeng pada babak hidup ini. Periode 2011-2013 begitu menyimpan segunung kisah yang menarik. Tapi demi menjaga perasaan semua pihak, biarkan cerita ini sedikit mengalir dengan sedikit imajinasi yang silakan kalian bangun sendiri. Sebagai tukang cerita, saya akan memulai mengisahkan air mata yang mengalir dari mata Nunung pada malam itu. Dan sejak saat itulah, saya mulai rutin mengoleksi semua kesedihan dan kebahagiaan yang ada. Meski p

Nunung, Si Gadis yang Ingin Beranjak Dewasa

Aku masih ingat betul bagaimana perkenalan kita di pertengahan tahun 2010 lalu. Masa di mana kita sama-sama berjuang dari nol, mengenai kehidupan fana ini. Masa di mana kita benar-benar ditempa untuk menjadi dewasa dengan beragam cara. Sedikit cerita, tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya menuliskan kisah absurd kita selama beberapa tahun terakhir; dari mengenalmu sebagai orang asing, menjadi saksi tangismu, hingga menjadi pagar betis di hari bahagiamu. Hai, Nung! Masih adakah cerita ini yang kamu ingat? Masa perkenalan yang sangat genit. Jadwal kuliah menjadi alibi paling klise memulai percakapan yang terkesan sulit. Ini pas semester ada matkul Pendidikan Agama. Haha Masa Orientasi Mahasiswa (MOS), Agustus 2010. Siang itu, saya yang tergabung dalam barisan para mahasiswa yang belum saya kenal sama sekali, tapi terlihat begitu kompak, memusatkan pandangan pada satu titik (entah titik, entah bulatan). Lebih jelasnya, kami yang notabenenya laki-laki, baru saja lu

Mus dan Gadis Penenun Hujan

Sebuah cerita untuk seorang gadis di sebuah kota imajinasi “Harus berapa kali kukatakan padamu, Mus?” “Tidak. Selalu tidak yang kukatakan padamu, bukan?” “Kau mengorbankan seluruh orang hanya karena dia?” “Ya…” Percakapan yang telah menjadi santapan setiap hari baginya, bagi seorang gadis kecil yang kini telah dewasa dalam usia. Meski tahunan telah ia lewati, tapi itu tak mengubah apapun, terlebih pandangan kedua orangtuanya. Sumber foto: https://01varvara.wordpress.com KONON, keriaan merupakan udara segar yang terus berembus di perkampungan ini. Keriaan bagai melakukan panen setiap hari, meski padi, jagung, bahkan bawang tak mungkin bisa dipetik setiap saat. Tapi seperti itulah kebahagiaan bagi masyarakat kampung ini. Tidak ada air mata yang sia-sia di sini. Kau tentu tahu cerita ini, bukan? Cerita yang turun temurun menjadi kenyataan yang dikisahkan pada anak-anak di kampung ini setiap menjelang tidur dari orangtuanya. “Lalu, kisahkan pada kami tentang kesi