Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Ini Harimu, Ma!

Ma, Dua hari lalu muncul wajahmu dalam dengkurku Memang agak berlebihan rupanya sebab aku tiada dengkur tiap tidur kecuali Ada lelah yang kumadu Ini hari jiwamu diserukan banyak orang Aku ingat betul tiga tahun lalu "Selamat hari guru, Nang! Semoga ngajarnya lancar. Anak bangsa kau didik benar." Tiga tahun lalu ini dialog kau kirim Padaku dalam ruang guru sebelum kuberlalu Masuk melewati lorong kelas, anak-anak berlarian, dan debu berhamburan Tiga tahun lalu aku bagai kau Seorang bahaduri yang mengawasi tiap curang anak manusia dalam mata pelajaran Aku ingat betul bagaimana suaramu lantang padat yakin Semua anak mengangguk mafhum tanpa ada tanya Seperti itu rupaku merupamu, Ma Setahun kudian, aku melupa hari ini Cuma kukirim pesan padamu yang sibuk mengguru Meski kau tak pernah suka untuk menggurui Tapi begitulah hidup, 'kan, Ma? Tak ingin berkata, tapi terpaksa bersuara Meski kata-kata tak lagi harus dipercaya Sebab dusta merupa begitu hebatnya

Ruang I

Ada masa-masa di mana ruang menjadi begitu vital Bukan perkara dua anak kecil berebut bantal Atau molek tubuh istri tetangga yang sungguh sintal Bahkan keringat para petani yang panennya gagal Lebih dari itu, Seorang perlu membiarkan punggungnya gatal Ke manapun toleh pandang menyalang Selulit merambat dari meja kerja Balita gerung di tetek ibunya meronta-ronta Begitu sulit betapa kernyit Kening yang kerut semakin menyusut Para jompo berlomba cari gadis tunasusila Ke manapun toleh pandang menyalang Kekasih, ruang ialah perihal makna Kata-kata bukan lagi pemanis makanan atau minuman kesukaan Lebih dari itu, Ruang merupa roman berlendir siap buang Ada masa-masa di mana ruang menjadi vital Seperti elang, tumbuh gagah dan perkasa Membiarkannya bertengger di muka jendela Kita tak ditakdirkan untuk memperdebatkan Duduk-diri seekor burung, bukan? Jadi sedemikian rupanyalah ia menjelma Ada masa-masa di mana ruang harus maujud Ada masa-masa di mana ruang harus terwujud Di luar atau di bad

Wanita yang Mencoba untuk Sintas dalam Sinjangnya

untuk: seorang penulis Hipwee  Seperti sore itu, sebuah tanya di ujung daun Limbung kerna tetes air hujan sebelumnya Bagaimana bisa aku mencintaimu pagun Bilamana ada pertemuan di antaranya *** Sekukuh angsana selebat hujan sebelumnya Begitu kau tampak di balik terawang-remang Mungkin jarak kedua alismu yang renggang Mungkin lipatan baju kemejamu yang tiada menjadi persepsi yang mendasar tentang persoalan pembagian ruang Sekukuh angsana selebat hujan sebelumnya Kau tampik selir menyelir udara Kau tolak segala guruh samudera Sementara ketika udara resap dalam tubuh dan cuaca bagai sepucuk teluh Bersatu dengan sukma Bergelut dengan raga ; Mau apa? Bisa apa? *** Seperti sore itu, sebuah tanya di ujung daun Limbung kerna tetes air hujan sebelumnya Maka itulah tanyaku; memerhatikanmu dari jauh dari pandang yang tak pernah kau sentuh Yogyakarta, 1 November 2016 Andrall Intrakta DC