Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2013

SEBELUMNYA

                                           Untuk: Adi Widayat Persoalan berlanjut seiring hijau lampu melaju Aku yang gemetar dalam mencoba mengingat Bahasa apa yang ia kerahkan sebagai armada Menuju benua air mata, kerna cinta Ia pula menyebut cinta bagai rajawali perkasa Dulu kini telah bukan sebagai kesakitan Aku melibas lampu jalanan lampu taman dan lampu lainnya Lampu kamar lampu ruang makan Lampu diskotik lampu masa depan Tidak ada satupun yang padam Di meja makan Ibu bercerita Tentang keadaan politik di medan zaman Perekonomian yang sulit terus melilit Kesehatan yang tak kunjung dewasa Dan air mata menggenangi belasan tahun tanpa tatapan kami Duhai, jendral dengan jutaan armada bahasa Berita apa yang kaubacakan sore nanti? Adakah mengenai tata kota ekonomi politik kesehatan pendidikan? Mana yang lebih penting Sekarang atau bagian masa lalu? Ah, beritamu ituitu saja : cinta, cinta, cinta, palsu Jakarta, 16 Jul 13

SILAKAN, HAI

Kupikir kita harus mencukupkan segala yang lempang-pukang pada papan sekarang ini Kupikir kita harus mencukupkan yang telah terkenang berulang tiap malam Kupikir akan kauhinap ini sajak Kerna aku tertidur bertilam air mata Membaca Alam, 29 Juni 2013 AIDC

Ada yang Ia Sembunyikan

Hai! II

Alina tersayang, Berabad lamanya aku berlayar Mencari dermaga bahasa kalbu Di kandungan Ibunda menyisakan teka-teki yang konon menjadi rahasia langit dan bumi Sampai entah kapan Tak segera kutemuinya Purnama lebih banyak kutonton di atas kano Aku nahkoda bagai kuda, liar dan beringas Aku tahan lapar dan dahaga Nafsu dan cinta kubui berbulan-bulan Jangkarku yang kekar berkarat di sampingku Biar mudah kulempar ketika kutemukan kau Alina tersayang, Tanpa radar tanpa sonar Masih sabar masih nanar Terkembang layar Tergantung angin menawar Akhirnya tersasar Pulau-pulau tersambangi aku Tak sedikit dari mereka mengenal cinta Harta dan tahta diperebutkan di ranahnya Ada pula wanita jadi mainan anak-cucunya Sulit sekali aku berangkat ke barat Alina tersayang, Kapalku menua Sebagai kayu ia batang muda Angin menghunus layar Lalu laju kano entah Samudra kenangan menjadi rapuh Mengapung duka-suka waktu lalu Segera Aku in

HAI!

Kutemukan Alina di sebatas masa Senja berguguran tinggalkan kenangan yang siap kugenggam Alina yang bersosok Kekinian menjadi utuh : tinta dan puisi : cinta dan kopi Kutemukan Alina di sebatas masa Mereganglah semua tak terjamah Rebahkanlah sukmamu di dadaku Tunggu, biar kurapikan seprainya Mari, Alina, mimpikan kita berabad hidup lamanya! Dalam Pesanmu, 14 Maret 2013 Andrall Intrakta DC | 22:57

Gadis Cuka

Dari kediaman Ibu diamdiam kamu muncul diamdiam Melempariku sebatang senyum pelanpelan Dangkalnya lesung di pipimu tak kuhiraukan-toh ternyata dalam jua Kau yang diamdiam tersenyum diamdiam Kucoba untuk tangkap tanpa melihat yang lain mendekap Dekatdekat semakin diam senyummu mengembang Tidak lagi pelanpelan dan diamdiam Belum lagi yang lainlain ingin senyummu itu juga aku yang heran memungutinya dari kejauhan Mataku merabaraba bara cemburu dari kekasihkekasihmu yang lalu Masih remangremang   Botol, 13 Februari 2013 Andrall Intrakta DC

KERNA KATA

Rimbun kenangan yang kian kikis. Tebang, tebang! Pangkas, pangkas! Ada dimensi yang terlalu pekat. Setidaknya untukku. Entah rupa apa hingga aku di arus-ke-dalamnya. Maka aku menjadi entah. Di sebangkai kata, cinta bagimu adalah purba, yang melambat luruh dari cengkramanmu. Sebegitu pantasnyakah seseorang dibawa dalam kepekatan? Dan keluguan atas kealfaan menjadi harga mati yang memerihkan. “Kau ingkar dalam dusta, Alina!” Muncul titik-titik kecemasan. Menggumpal membentuk sketsa wajah ketakutan atas perubahan yang mengejutkan. Aku kehabisan stok leksikal untuk menggambarkanmu, Alina. Semacam apa kau sebenarnya? Keindahan alam yang menggila cinta, untukku. Maka terseok kembali mencari diri dalam ketakberadaan. Akibat yang hilang dicuri kenangan. Segala masih tersembunyi. Segala patut kembali! Sudahlah Alina, sudah cukup masaku menakutkan malam jahanam. Segala dongeng hanya mitos para leluhur di balik celana dalam. Misteri, untuk kita. Siapa salah

KUSWORO

Ada sedikit kenangan yang terus kukenang Bukan karena aku merinduimu Bukan pula karena waktu lalu tak sempat kusesali Tapi menyadari kekurangan rohani adalah utama Kita pernah duduk menghadap surga Dariku katakata selalu terpampang jelas di udara Darimu segalanya kau sembunyikan dalam keheningan Kita pernah duduk menghadap surga Surga tercinta hanya pada labirin siapa sangka Di mana laci meja terapat tanpa kunci yang pernah kaukisahkan padaku duniawi Aku menjadi dasar zaman di mana belulang dan bebatuan tercanadu bangsawan Apa pernah kau rasuki jiwaku yang suai oleh masa? Masa yang menyeretku untuk menopang mimpi Kuingin kau kala ada aku menjadi rumput Jepang di bisingnya tanah mati Tunjungan, 8 Februari 2013 Andrall Intrakta DC | 22:57

Belajar Bahasa Inggris

untuk:   TriYuli Sore itu ketika senja mengundang Kukirimkan segelas Cappuccino kesukaanmu pada kenangan yang mengering dan sebuah berita tentang sekolah yang menerima ijazahku Lantas kau tukar dengan sebuah singkong bakar hasil kebunmu Kita mulai berbicara tentang apaapa Di samping rindu kita yang menderu Ada luka tak terbaca Ada sendu tak terduga Duka cita kita meracau Seolah bersembunyi di bawah rembulan Cappuccino Seolah terpanggang bersama kulit singkong Sore itu ketika senja mengundang Nelangsa berujung petang Melebihi pertemuan kita Waktu tak tentu jelas membuat kita menua dan menyepuh Kadangkala membutakan kita akan kenyamanan "Kita masih perlu berkembang", ujarmu Mencari dunia yang konon luar lebih menantang Lalu kau masuk ke rumah menyalakan lampu taman Lama hingga gelap mengangkang ....................................... Kau pergi sebulan lalu Membawa irisan beserta pisaunya Ada kosong yang kauabaikan

Anakmu Pulang

Ada sedikit kerinduan memandang lampu jalan dari dalam mobil sedan ini Temaram masa silam yang kini merintis pulih Senyum lebar oleh hawa sejuk pedesaan sulit kutemui di Ibukota Konon di sinilah aku dibesarkan babu dengan keras Meski kasar dan keras jiwaku terbentuk lembut bagai bayi, di usia dewasa Anakmu pulang, Bu Di mana kenangan yang takpernah ada? Lihatlah! Dua puluh tahun lalu kita dilalaikan waktu Berselimut cinta palsu, kau buang aku, ditimang babu Aku pulang mencari restu Anakmu pulang, Bu Di ganggang gelap berdinding sunyi aku berjalan Melewatkan lampulampu gemerlap lalulintas Aku mendekam Aku mendamba Aku... Ke mana mata air dan air mata mengalir, selain dari dan untuk Bumi? Aku pula merindui kasih yang sayang cinta yang bukan palsu Aku mengancam, membunuh malam beserta jahanam Anakmu pulang, Bu Hanya restu bumi yang kupinta Temuilah daku barang sejenak Surakarta, 28 Januari 2013 @andindc | 18:57

Mama, Jangan Khawatirkan Anak Lelakimu

Maaf, Ma aku membikin engkau repot tiap nafas Tuhan tengah menegurku dengan sabar dengan pisau kecil yang aku sendiri taktahu di mana Ia letakan dengan jarum kecil yang aku pula heran di mana Ia tusukan Mama jangan khawatirkan anak lelakimu Hanya do'a yang ia butuh Bukan harta bukan wanita Bukan puisi bukan lowongan kerja Tunggu aku, Ma Sampai senja tak lagi jingga Salam hangat, Bulan sabit. Jogja, 25 Januari 2013 Andrall Intrakta DC | 23:32

Empat Tujuh

Kepada: 47M Apakah kau masih mau menerimaku?   Yang kausebut nestapa adalah   yang tiada akan pernah menyergap udara sejuk   Di dinding pesakitan kita beradu muka   Kau kenalkan lukamu   Kukenalkan pula rasa nyeri di tubuhku   Pisau mengiris lembut hatimu, kala itu   Apakah kau masih mau menerimaku?   Segala yang menyertaiku   Bagai tak seperti dulu   Aku juga lupa cara bermain koa   Apakah kau masih mau menerimaku?   Di perpisahan jalan kita menemui maut masingmasing   Manakala ada libur panjang di ujung kematian   kita masih bertemu   Surga namanya   Apakah kau masih mau menerimaku?   Berjalan, berfoto, bergeliat bersama   Main, tidur, makan bersama   Kau di mana kini, anak congklak?   Apakah kau masih mau menerimaku?   Sebagai lelaki yang gagah nan rentan   aku mengenalmu lebih dari jutaan kesedihan membelaimu   Lebih dari neraka menyiksamu   Tapi,   Kau di mana kini, anak congklak?   Begitu aku menyebut namamu   Begitu pula kau sebut namaku  

Kabar Terakhir

seperti istri yang jauh dari suami (1) Bertukar pesan penuh hati Bentuk hati yang utuh Sementara suaminya berlaga di medang perang Istrinya mendoa tiap nafas Ada malammalam jahat Tapi semata hanya rindu (2) Bertukar pesan penuh hati Bentuk hati yang utuh Sudah sedasawarsa mereka berkirim kabar Merpati yang enggan menyatakan lelah Setia mengikiskan rindu suami-istri ini Semata kerna luka memar dalam hati-tanpa obat (3) Bertukar pesan penuh hati Bentuk hati yang utuh Di jalanjalan besar, di persimpangan Merpati kehilangan arah Ada sendu di sana Ia membawa sebuah pisau : kabar kematian Bertukar pesan penuh hati Bentuk hati yang tak utuh Kamar baru, 14 januari 2013 AIDC | 20:00