Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2012

Sua Setelah Surai

Inilah mimpi remaja, ujar Rendra yang telah menua Sua setelah surai Kala mana senja semburat Ini kata tanpa penafsir Kerna kita tahu, apa pula takdir Sua setelah surai Bukan seperti janji kita Bukan seperti jerit kemiskinan segala tanya Tapi, jawaban Tuhan untuk kita cerna Mencerna kata tidaklah seperti cinta mengunyah nafsu dengan garang mencabik tanpa menelan menelan tanpa memamah Sua sebelum surai Di persimpangan tiada ujung Ragamu molek tanpa cakap Geming lentur lelaku tubuhmu Mencekik kerongkongan dan mataku Kulihat kau menjinjing hati Kau todongkan padaku Segelas hati padat luka Segelas hati padat nanah Tanyaku pada udara, itu luka? Itu nanah? Bukan, hanya segelas kopi rasa empedu Sua setelah surai Kau tenteng luka di kiri Di tangan kanan berselendang duka Namun senyummu lelehkan aku pingsan lama lalu Aku terjaga pada sebuah jumpa setelah surai Sia-sia! Balada Engkau Begitu Sulit Ruang H

INGAT TEATER

Buah cinta sebagai buah tangan untuk kita Untuk Keluarga Busukers 10 Tuhan, kembalikan waktu ketika gravitasi memaksa air mata jatuh! Kepada siapa lagi kami harus memohon agar bumi tetap dalam pelukan kami Seperti kebersamaan yang haru, contohnya Tuhan, kembalikan waktu ketika gravitasi memaksa air mata jatuh! Kami merindui sisasisa gerimis dan kulit kacang yang berhamburan di atas panggung pertunjukan Kami percaya pada kelak kami tetap akan menyaksikan kenangan itu Menceritakannya pada anak cucu kami Sebagai buah tangan dari masa redup api lilin Aula S, 28 Desember 2012 Andrall Intrakta DC | 00:26

Sepercik Air Telaga

Untuk sang terkasih, @amalnisfi Ingin kukuaskan tinta ini pada sebidang kanvasmu yang masih putih. Tidak ada setitik pun warna yang mengotorinya. Kanvasmu putih bersih. Kutanya, “Baru?” Kau mengangguk iya. Pada yang nyata itu, kuraba permukaan kanvasmu yang halus. Seperti yang kurasa, tak sedikit pun seratnya menusuk dan berantakan. Seakan rapi berbaris dalam sulaman seorang profesional. Hingga detil kuraba, kugesek, kubelai dengan tulunjuk, dengan jemari, dan terakhir, dengan pipiku. Lalu...Wow! Figura kanvasmu cantik. Terbuat dari lipatan kayu berplitur bersih. Tanpa cacat dan salah, kuraba pula pinggiran kanvasmu. Coklat muda dengan kombinasi warna hitam pada garis-garisnya, mempercantik kanvasmu yang kian jelita bagiku. Aku pikir, ini pasti sangat mahal, atau bahkan kau—si empunya—tak akan menjual karena kanvas ini tak ternilai harganya. Dan kuulang tanyaku tadi, “Baru beli?” Kau tatap aku dengan jawaban yang membingungkan. Kau menggeleng. Rupanya kau membuatnya sendiri! Sunggu

Buku (Tulis)

Perkenalan Hai, buku baru.. Perkenalkan, namaku Andin, usiaku masih sangat belia. Namun, pemikiranku – kata orang – jauh lebih tua daripada usiaku sendiri. Tapi aku tak merasa seperti itu dan aku tak suka mereka menyebutku ‘tua’. Aku masih kanakkanak. Bahkan aku tak sempat memikirkan mimpi remajaku kelak. Yang ada hanya main, main, dan main. Sedikit berbeda dengan kebanyakan anak lainnya, aku hanya suka bermain kata. Maka dari itu, bolehkah aku menggilasmu dengan penaku, buku baru? Buku baru, mungkin kau tak tahu bagaimana kesedihanku selama ini. Kau tahu? Aku tak punya teman atau mainan yang bisa kumainkan dan kuajak bermain. Tapi setidaknya aku selalu memiliki kertas usang dan pena kesayanganku. Apabila kertasku penuh akibat tinta penaku yang nakal, aku akan merasa kesepian lagi. Sering kali aku menangis setiap penaku tumpul, dan aku merengek minta beli. Keesokannya, ketika aku sadar dari tidur malamku, kutemui sebuah kertas tertumpuk tebal, rapi dengan sampul dan penuh warna di

Akar Pulau

“Hooaam..” Jelas kantuk yang luar biasa malam ini. Betapa tidak, hingga lewat tengah malam ini gue belum juga terlelap. Bukan karena gue tidak ngantuk. Tapi, melihat kondisi pulauku ini sepi dan ga terurus, membuat hatiku gusar sepanjang hari hingga sore tadi. Maka dari itu gue berjuang untuk membenahi pulauku yang konon cantik ini. Sebenarnya gue ga tahu harus melakukan apa di pulau ini. Berhubung banyaknya proyek penulisan yang belum selesai gue kerjakan, enggak mungkin juga sih gue mostingnya di sini. Baiklah, gue akan bercerita tentang liburan gue aja. Liburan dimulai dari kepulangan gua ke kampung halaman. Pada liburan kali ini, kakak gue kebetulan pulang. Dia kakak kandung gue. Ohiya, sebelumnya biarkan gue memperkenalkan diri. Gue, Andrall Intrakta DC – Andin, nama pena gue – anak kedua dari tiga bersaudara dan pasti gue punya adik, yaitu Alltra yang masih berumur jagung, 5 tahun. Sementara kakak gue, Allsay, dia mahasiswi IPB semester 6 yang sering terancam IP 4. *gue teranc