Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

MANALAGI

Masih kau sukar membakar jarang yang menyandar? Butuh kau semacam kertas tanpa tinta? Agar api segera kobar dan membuat silau Kadang pemantik tiada bara di akhir Kerna bosan, sebab ibunya tak kunjung sadar Sebab ayah pun tak menyilaui anaknya Masihkah kau sukar meredam padam kadang yang mendamba? Seribu tahun datang seratus andai terabai Maka, andaiandai tiada tanah basah atawa air kering di samudra bahasa Jangan salahkan pensil tanpa kertas ; tercoretlah dinding rumah ibu sumber: republika.co.id UK, 28 Mei 2014 | 00:26

Pulanglah, Wanitaku, Temui Berai Air Mata

1 Wanitaku Ada masa di mana rencana ke depan bukanlah urusan remeh temeh. Bukanlah pula aku tak memikirkannya. Tapi keharusan untuk menanggalkannya di rak buku juga tak bisa kuabaikan. Kita telah mafhum bagaimana cinta yang bernas menggigilkan ilusi. Intuisi getir mendewa di pangkal lidah, menyeka kerongkongan, menyekat syarafsyaraf, dan meringankan tugas pembuluh darah, agar sirkulasi melaju lamban. Itu berarti, kesunyian mendamba di ujung purnama. 2 Wanitaku Perihal kita tunduk pada perut gunung, ialah bukan kerna kita kehabisan stok air minum atau kram yang membikin kita keram di tempat. Tidak, jangan salah. Kita menapak pada batu yang sama dan benar. Tujuan mendaki dan mencapai puncak, mencium bau keabadian cinta, dan sekadar mengambil potret bersamanya, tentu hadir di awal petualangan kita. Sebelum barangbarang tersempalai di lantai dan kita jejalkan dalam tas, tentu, tujuan kita sama setelah sampai puncak; turun dengan bahagia. 3 Wanitaku Jangan lagi kau sesalkan malam