Untuk: Angel
Sedari pagi Jogja basah dan bising. Sebagian cita-cita melasak dalam bantal. Ada yang melilit, ada yang menggigil. Kesemuanya tak ada yang terpanggil. Kecuali bau-bauan tanah aspal jalanan. Serta gang-gang yang tak sesempit Rawamangun. Meliuk-liuk bagai matador di ujung tanduk para banteng. Rebah dan lesap dalam-dalam.
Sedari pagi Jogja basah dan bising. Hujan di luar, hujan di dalam. Keduanya membawa kabar. Kepergianmu, Angel, bukanlah penghujan di penghujung kemarau. Sebab hujan tahu kapan mereka harus berpulang. Sebab basah sisa suara parau. Suara-suara yang pernah kita dengungkan di atas Kali Code malam itu.
Sedari pagi Jogja basah dan bising. Lalu, setelah kepergian, adakah keberangkatan merupa jalan untuk seorang pulang? Kita tak pernah benar-benar tahu, sampai cita-cita beranjak dari lesak bantal sedari pagi di Jogja, yang basah dan bising.
![]() |
| Kerna kita tak pernah mengambil gambar dalam satu bingkai. |
Sedari pagi Jogja basah dan bising. Basah karena penghujan yang terlalu cepat tiba, bising karena riaknya kesedihan dan airmata.
Sadari ini, Angel. Perihal pulang, kau bisa lewat mana saja. Sebab rumah selalu punya celah untuk kita menaruh rebah atas lelah.
Srikaloka, 24 September 2016
Sebuah kata, sebuah perpisahan rekan kerja.
@andindc | 19:51

Komentar
Posting Komentar